BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Quran
sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak banyak yang mengandung ayat-ayat
yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Aleh karena itu kehadiran hadis sangat
dibutuhkan sebagai tabyin dari ayat-ayat tersebut. Seluruh umat Islam baik ahli naql maupun ahli
aql telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam, dan
seluruh umat Islam diwajibkan untuk mengikutinya sebagaimana diwajibkannya
mengikutu al-Quran. Oleh karena itu tanpa kehadiran hadis manusia tidak akan
mampu untuk merealisasikan makna-makna yang terkandung dalam al-Quran secara
mendalam.
Meskipun
peranan hadis sangat besar, namun hadis tidaklah sama dengan al-Quran yang ditulis pada masa Rasullullah dan langsung
dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar as-Shiddiq. Kesenjangan waktu yang cukup
lama sepeninggal Rasulullah, yaitu kurang lebih satu abad, membuka kesempatan
bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk memulai aksinya denganmengeluarkan
hadis-hadis palsu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah, dengan alsan
yang dibuat-buat. Perkataan yang seperti inilah yang disebuut dengan hadist
maudhu’.
Hadis maudhu’
sebenarnya tidak pantas disebut sebagai sebuah hadis, karena ia sudah jelas
bukan berasal dari nabi. Lain halnya dengan hadis dha’if yang diperkirakan
masih mempunyai nisbat sampai kepada Rasulullah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian hadis maudhu’
2.
Apa
saja kriteria hadis maudhu’
3.
Bagaimana
sejarah dan perkembangan hadis maudhu’
4.
Apa
latar belakang timbulnya hadis maudhu’
C.
Tujuan
Penulis berharap mahasiswa mampu memahami seluk beluk hadis
maudhu’, mulai dari apa itu hadis maudhu’ itu sendiri, apa saja ciri-cirinya,
dan bagaimana sejarah perkembangan hadis maudhu’ bisa timbul dan beredar
ditengah-tengah masyarakat.
BAB II
HADIST MAUDHU’
A.
Pengertian
Hadis Maudu’
Al-maudhu’
secara bahasa adalah isim maf’ul dari وضع – يضع – وضعا yang mempunyai arti الاسقاط (meletakkan atau menyimpan) dan الاقتراء
و الاختلاف(mengada-ada atau membuat-buat), dan الترك (yang ditinggalkan).[1]
Sedangkan hadis
maudhu’ menurut istilah adalah pernyataan yang dibuat oleh seseorang kemudian
dinisbahkan kepada nabi.[2]
Sedangkan menurut literatur yang lain hadis maudhu’ adalah :
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم اختلاقا و كذبا مما لم يقله
او يفعله او يقره وقال بعضهم هو المختلق المصنوع
Artinya : “Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara
dibuat-buat dan dusta,padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan
mengatakan, sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadist
maudhu’ ialah hadis yang dibuat-buat.”[3]
Sebagian dari
mereka ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadist maudhu’
adalah :
هو المختلف المصنوع المنسوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم زورا و
بهتانا سواء كان ذلك عمدا او خطأ
Artinya : “ hadis
yang diciptakan dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini
dinisbatkan kepada rasulullah secara paksa dan dusta, baik senganja maupun
tidak.”
Hadis maudhu’ bukanlah hadis yang
bersumber dari Rasulullah, melainkan hanyalah sebuah hadis dibuat dan
diciptakan oleh seseorang atau kelompok-kelompok dan kemudian dinisbatkan
kepada Rasulullah, dengan tujuan buruk ataupun baik sekalipun.
B.
Kriteria
Atau Tanda-Tanda Hadist Maudhu’
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa suatu hadis
terdiri dari sanad, dan matan. Jadi untuk menentuka suatu hadis itu maudhu’
atau tidaknya maka dapat kita ketahui dari segi sanad dan matan.
a.
Kepalsuan
Pada Sanad
1.
Atas
dasar pengakuan dari para pembuat hadis palsu.[4]
Seperti pengakuan Abdul Karim ibn al-Waja’ yang didalam berbagai kitabUlum
al-Hadist diterangkan bahwa dirinya telah membuat hadist palsu tidak kurang
dari 4000 hadis.[5]
2.
Terdapat
indikasi yang menunjukkan bahwa seorang periwayat adalah pembohong, atau adanya
karinah yang menunjukkan kebohongannya. Seperti adanya orang yang mengaku bahwa
ia mendapatkan hadis tersebut dari seorang syeikh, akan tetapi ia belum pernah
bertemu dengan syeikh tersebut secara langsung.[6]
3.
Meriwayatkan
hadis sendirian, sementara dari rawinya dikenal sebagai seorang pembohong.
b.
Kepalsuan
Pada Matan[7]
1.
Kelemahan
lafaz yang terdapat dalam matan. Seperti seseorang yang paham betul akan bahasa
Arab, sehingga pada saat ia bertemu dengan suatu kata atau kalimat yang
menurutnya mustahil keluar dari mulut orang Fasih, maka ia langsung berpendapat
bahwa kata-kata itu berasal dari nabi.
2.
Kelemahan
kandungan hadis. Artinya kandungan hadis tentang temuan Rasional, tanpa ada
kemungkinan takwil. Seperti hadis yang bertentangan dengan ilmu kedokteran,
yaitu “terong adalah obat segala penyakit.”
3.
Bertentangna
dengan nash al-Quran atau hadis mutawatir. Seperti hadis yang berbunyi : مقدار الدنيا سبعة الاف سنة yang
berarti “umur dunia 7000 tahun lagi.” Ini jelas bertentangan dengan ayat
al-Quran tentang hari Qiyamah, yaitu surat al-A’raf ayat 187 yang berbunyi :
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat:
"Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat
menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya
bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu
melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang
bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui".
4.
Hadis
yang mengatakan bahwa para sahabat sepakat menyembunyikan ajaran nabi. Seperti
suatu hadis yang mengatakan bahwa Nabi pernah memegang tangan Ali didepan para
sahabat dan mengatakan “ ini (Ali) adalah penerima wasiatku dan saudaraku,
serta khalifah sesudahku.”
5.
Hadis
yang isinya bertentangan dengan bukti-bukti sejarah. Seperti nabi mewajibkan
membayar jizyah atas penduduk khaibar dan membebaskan mereka denganpersaksian
Sa’ad ibn Mu’adz, kepalsuan hadis ini dapat diketahui dari berbagai segi.
Pertama, sa’ad ibn Mu’adz tela wafat sebelum peristiwa Khaibar. Kedua,
sejarah mencatat bahwa jizyah itu bukan sesudah perang tabuk, akan tetapi
setelah perang kahibar.
6.
Hadis
yang isinya sesuai dengan pendapat mazhab periwayatnya, sedangkan periwayat
tersebut dikenal sangan fanatik terhadap mazhabnya itu. Atau melebih-lebihkan
salah satu sahabat.[8]
Seperti hadis yang diriwayatkan oleh rafidhah yang mengatakan, konon Hibbah ibn
Juwain pernah berkata “ Aku pernah mendenganr Ali r.a berkata, ‘Aku menyembah
Allah tujuh tahun sebelum umat ini menyembahNya.” Terhadap hadis ini ibn Hibban
berkomentar “Hibbah ibn Juwain adalah orang yang amat fanatik dalam paham
Syi’ahnya, serta lemah hadisnya.
7.
Hadis
yang mengandung informasi tentang pahala yang amat berlebihan atas perbuatan
yang kecil dan siksa yang berlebihan atas dosa yang kecil. Seperti :
من قال لا اله ال الله خلق الله من تلك الكلمة طاءراله سبعون الف لسان
بعون الف لغة ليستغفرون له
Artinya : “ barang siapa yang membaca laa ilaaha illa ‘llah
akanmenciptakan untuk setiap kata seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu
lidah, setiap lidah mempunyai tujuh puluh ribu bahasa untuk memintakan ampun
bagi orang itu.”
C.
Sejarah
Dan Perkembangan Hadis Maudhu’
Para ulama
berbeda pendapat tentang kapan munculnya hadis maudhu’ ini. Perbedaan pendapat
mereka itu antara lain :
a.
Ahmad
Amin
Bahwa hadis maudhu’ telah
ada papda masa nabi dengan alasan pemahaman terhadap hadist mutawatir yang
mengancam orang yang berdusta pada Nabi dengan neraka. Hadis yang dimaksud
adalah:
فمن كذب على متعمدا فاليتبوء مقعده من النار
Artinya : “barang siapa yang berdusta atas namaku, maka
hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”
Menurutnya hadis ini memberikan gambaran bahwa kemungkinan besar
pada masa nabi telah terjadi pemalsuan hadis atau Rasulullah Saw telah mengira
bahwa ada pihak-pihak yang berbohong kepada dirinya. Oleh karena itu, hadis
tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu, yang berarti
menggambarkan bahwa kmungkinan besar berdasarkan pendapat Amin ini, hadis
bermasalah (maudhu’) telah ada semenjak nabi, tidak hanya hadis dhaif, tetapi
juga hadis Maudhu’ yang jelas-jelas tidak berasal dari nabi.[9]
Dari segi historis, dapat dipastikan bahwa pada masa Rasul tidak
pernah terjadi seseorang yang menjadi sahabat dan sangat setia kepadanya
memalsukan ucapan atas nama nabi. Jika saja ini terjadi, niscaya secara
mutawatir para sahabat akan menuturkannya karena sifatnya yang jahat dan keji
tersebut. Sikap ereka menunjukkan bahwa mereka sangat berhati-hati dalam
menyampaikan segala sesuatu yang berasal dari nabi. Para sahabat berhati-hai
karena khawatir keliru dalam menerima dan menyampaikan sesuatu yang berasal
dari Nabi, dan membenci untuk mengubah, menambah, atau mengurangi riwayat dari
Rasul apalagi berdusta tentanggnya.[10]
b.
Menurut
al-Din al-Dlabi
Bahwa pemalsuan itu terjadi
jika maksud dengan pengertian kata al-wadh’u sebagai kebohongan semata kepada Rasulullahyang
dipraktekkan oleh orang-orang munafik, sehingga tidak menutup kemungkinan
diantara mereka ada yang berdusta dan menyandarkan kedustaan itu kepada
Rasulullah.[11]
c.
Menurut
Jumhur Al-Muhadditsin.
Pemalsuan
hadis itu terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Mereka beralasan
bahwa keadaan sebelum terjadinya peperangan antara Alibin Abi thalib dengan
muawwiyan bin abi Shofyan masih terhindar dari pemalsuan-pemalsuan. Pada zaman
nabi tidak mungkin terjadi pemalsuan hadis, sedangkan pada masa pemerintahan
kekhalifahan Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, dan Utsman bin Affanjuga
belum terjadi pemalsuan hadis.[12]
Berlainan dengan masa ketiga khalifah tersebut, bukti historis
menunjukkan pada masa Ali bin Abi Thalib telah terjadi perpecahan politik
antara golongan Ali dan Muawwiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu
mendamaikan mereka, bahkan semakin meruwetnya masalah dengan keluarnya Ali dan
membuat satu kelompok tersendiri yang disebut khawarij.’ banyak Sejak terjadi pertikaian itu, hadis-hadis
madhu’ yang bermunculan dikalangan umat islam, baik yang berstatus dhaif maupun
palsu.
Data hadist palsu yang berkaitan dengan Ali bin Abi Thalib
misalnya, yang mendiskreditkan Muawwiyah
dan menyanjung Ali serta pengikutnya. Diantara hadist yang mereka buat adalah :
اذا رأيتتم معاوية على منبارى فاقتلوه
Artinya : “Apabila kalian melihat Muawwiyah diatas membarku,
maka bunuhlah ia.”
Hadis ini ditujukan untuk menghancurkan muawwiyah, dan mengandung
indikasi untuk membunuh muawwiyah jika ia berkhutnah diatas mimbar nabi, dan
mustahil nabi bersabda demikian.
Dengan
demikian hadist-hadist palsu sudah ada semenjak masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib.[13]
D.
Latar
Belakang Timbulnya Hadis Maudhu’
Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan
oleh orang-orang Islam. Akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam.
Ada beberapa motif yang mendorong mereka untuk melakukan pemalsuan hadis
tersebut, yaitu :
a.
Pertentangan
Politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan oleh politik terjadi pada
masa pemerintahan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, besar sekali pengaruhnya
terhadap perpecahan umat Islam kedalam beberapa golongan dan kemunculan
hadis-hadis palsu.[14]
Persoalan yang pertama sekali muncul adalah perebutan kekuasaan,
sungguhpun terasa pahit, harus diakui bahwa terbunuhnya Utsman bin affan karena
ereabutan kekuasaan. Untuk pembelaan eksistensi masing-masing kelompok yang
berebut kekuasaan ternyata diperlukan pemalsuan hadis.[15]
b.
Perbedaan
Mazhab
Seperti halnya persoalan politik, yang dapat menyulut minat
pemalsuan hadis, pertikaian pendapat mazhab juga sama. [16]
perselisihan mazhab tidak jarang menjerumuskan pengikutnya yang fanatik kedalam
pembuatan hadis palsu guna menguatkan mazhabnya masing-masing.
Diantara hadis-hadis palsu tentang ini adalah :[17]
من رفع يديه فى الركوع فلا صلاة له
Artinya : “Barang
siapa yang mengangkat tangannya diwaktu ruku’, maka tidak sah shlatnya.”
Menurut al-Dzahabi, hadis diatas dibuat oleh Ma’mun ibn ahmad yang
kemudian dicuri oleh Muhammad bin ‘Akasyah. Keduanya merupakan pengikut fanatik
mazhab Abu Hanifah. Mereka membuat hadis ini dalam rangka mendukung pendirian
mazhabnya, sehingga tampak kuat karena dalil pijakannya berupa hadis.
c.
Cinta
Kebikan Serta Bodoh Agama
Banyak ulama yang membuat hadist palsu dan bahkan mengira kalau
usahanya itu merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan
menjunjung tinggi agama Nya.[18]
Hadis kategori ini dibuat oleh sebagian orang Shalih yang Ilmu pengetahuannya
dangkal terutama tentang hadis, dengan, maksud untuk mendorong manusia berbuat
baik dan mencegah mereka dari berbuat jahat.[19]
Hal ini disebabkan karena para orang Shalih tersebut melihat bahwa banyak orang
yang terlalu sibuk dengan urusan (kesenangan) duniawi dan mengabaikan
kebahagiaan akhirat.[20]
Contoh dari hadis ini adalah :
الدنيا حرام على اهل الاخرة حرام على اهل الدنيا والدنيا و الاخرة
حرام علي اهل الله
Artinya : “Dunia
ini haram bagi ahli akhirat dan akhirat haram bagi ahli dunia, sedang dunia dan
akhirat haram bagi ahli Allah.”
Menurut Al-Bani,
hadis ini palsu yang berasal dari kalangan shufi, yang ingin menabur benih
akidah sufiyah yang batil. Dengan dalih mendidik jiwa, hadis ini mengharamkan
yang dihalalkan Allah.
d.
Usaha
Kaum Zindik
Kaum zindik merupakan salah satu kaum yang sangan membenci
Islambaik sebagai agama maupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak mungkin
dapat melampiaskan kebencian mereka dengan cara memalsukan al-Quran, maka cara
yang paling tepat adalah dengan memalsukan hadis, dengan tujuan menghancuran
agama Islam dari dalam.[21]
Kaum zindik ini telah membuat hadis yang berkenaan dengan akidah,
akhlak, kedokteran, dan halal-haram. Menurut Ahmad ibn Zayd, kaum Zindik telah
memalsukan tidak kurang dari 14.000 hadis.[22]
Diantaranya adalah :
انا خاتم النبيين لا نبي بعدنى ان شاء الله
Artinya : “Aku adalah nabi yang terakhir, tidak ada nabi setelah
aku insya Allah.”
e.
Primordialisme
dan Chauvinisme
Diskriminasi antara bangsa Arab dengan bangsa non Arab yang
dilakukan oleh Daulah Bani Umayyah telah berakibat pada pemalsuan hadis. Mereka
berasumsi bahwa Daulah Islamiyah identik dengan Daulah Arabiyah secara murni.[23]
Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh rasa ogo dan
fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, atau kelompok yang
lain. Contoh hadis yang mereka buat adalah
ان الله اذا غضب انزل الوحى بالعربية واذا رضي انزل الوحي بالفارسية
Artinya : “Apabila Allah marah, maka Ia menurunkan wahyu dalam
bahasa Arab, dan apabila Allah senang, maka Ia menurunkan wahyu dengan bahasa
Persia.”
Dan orang Arab membalas dengan:
ان الله اذا غضب انزل الوحى بالفارسية واذا رضي انزل الوحي بالعربية
Artinya : “apabila Allah marah, maka Ia menurunkan wahyu dalam
bahasa Peresia, dan apabila Allah senang, maka Ia menurunkan wahyu dalam bahasa
Arab.”
f.
Mempengaruhi
Kaum Awam Dengan Membuat Cerita
Pada akhir asa pemerintahan Harun Al-Rasyid, pertemuan-pertemuan
para ahli cerita mulai marak dan menjamur pada masa-masa sesudahnya.[24]
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpati dari pendengarnya,
dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Dan hadis ini dibuat terlalu
berlebih-lebihan serta tidak masuk akal.
Contohnya adalah hadis dibawah ini :
من قال لا اله ال الله خلق الله من كل كلكة طاءرا منقاره من ذهب وريشه
من مرجان
Artinya : “Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illa Allah,
maka setiap kata yang diucapakanitu ia telah melahirkan sesekor burung yang
paruhnya itu trbuat dari emas dan sayapnya terbuat dari marjan.”
g.
Menjilat
Pada Penguasa
Pada masa Babni Umayyah, belum ada orang yang membuat hadis untuk
mendekatkan diri kepada penguasa. Pembuatan hadis ini baru terjadi pada masa
Bani Abbasiyah.[25]
Para pembuat hadis ini bertujuan untuk mengambil muka dari para penguasa
denganharapan bisa memperoleh fasilitas dari mereka.
Ghiyas bin Ibrahim merupakan orang ynag paling sering disebut dalam
penulisan hadis tentang “perlombaan”. Ketika raja mengumulkan sepuluh ahli
hadis, diantara mereka Ghiyas bin Ibrahim, dan dia mengetahui bahwa sang raja
sangat suka mengadu merpati. Ghiyas menyampaikan hadis palsu sebagai berikut :
عن ابى هريرة ان رسول الله ص.م. قال : لا سبق الا فى خف او حافر او
نصل او جناح
Artinya : “dari abu hurairah bahwa rasulullhah SAW bersabda :
tidak ada perlombaan kecuali permainan panah, anggar, pacuan kuda, atau
menerbangkan burung.”
Sementara kalimat asli hadis tersebut adalah :
لا سبق الا فى فصل او حف
Artinya
: “tidak ada perlombaan kecuali pada permainan panah.”
Hadis palsu diatas digunakan untuk mengambil perhatian dari raja.
Setelah mendenganr hadis tersebut Ghiyas langsung menerima sepuluh ribu dirham
dari raja.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
makalah diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa hadis maudhu’ adalah “suatu
hadis yang dibuat-buat oleh seseorang atau sekelompok orang yanng kemudian
dinisbatkan kepada nabi.”
Hadis maudhu’
bisa dikenali melalui sanad dan matannya, yaitu :
1.
Melalui
sanad dengan cara :
·
Atas
dasar pengakuan dari para pembuat hadis palsu.
·
Terdapat
indikasi yang menyatakan bahwa sana adalah seorang yang pembohong.
·
Meriwayatkan
hadis sendirian.
2.
Melalui
matan dengan cara :
·
Kelemahan
lafaz yang terdapat dalam matan
·
Lemahnya
kandungan yang terdapat didalam hadis
·
Bertentangan
dengan nash al-Quran dan hadis mutawatir
·
Hadis yang mengatakan bahwa para sahabat
sepakat menyembunyikan ajaran nabi
·
Hadis
bertentangan dengan bukti-bukti sejarah
·
Hadis
yang isinya sesuai dengan pendapat mazhab periwayatnya, sedangkan periwayat
tersebut dikenal sangan fanatik terhadap mazhabnya itu. Atau melebih-lebihkan
salah satu sahabat.
Adapun yang
melatarbelakangi munculnya hadis maudhu’ ini ada beberapa faktor, yaitu :
1)
Pertentangan
politik
2)
Perbedaan
mazhab
3)
Cinta
kebaikan serta bodoh agama
4)
Saha
kaum zindik
5)
Primordialisme
dan Chauvinisme
6)
Mempengaruhi
kaum awam dengan cerita
7)
Menjilat
kepada penguasa.
B.
Saran
Penulis amat
dan sangat menyadari akan ketidaksempurnaan makalah ini. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari saudara-saudara sekalian guna
kebaikan kita bersama, dan perbaikan makalah kami untuk kedepannya.
[1] Manzier Saputra,Ilmu Hadis,Jakarta(PT Raja Grafindo Persada :
2002),Hal. 176
[2] Idri,Studi Hadis Dan Sejarah Perkembangannya,Jakarta(Kencana
Pernada Media Grup : 2010),Hal. 247
[3] Manzier Saputra,Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,Jakarta(PT Raja
Grafindo Persada : 1996),Hal. 136
[4] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal. 189
[5] Muh. Zuhri,Hadist Nabi,Yogyakarta(Pt Tiara Wacana
Yogya,1997),Hal. 74
[6] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal. 189
[7] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal. 75-76
[8] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal 191
[10] Idris,Op.Cit,Hal. 249
[11] Ibid,Hal 252
[12] Munzier Suparta,Op.Cit,Hal. 180
[13] Idris,Op.Cit,Hal. 254
[14] Munzier Suparta,Op.Cit,Hal. 181
[15] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal.67
[16] Ibid,Hal. 71
[17] Idri,Op.Cit,Hal. 261
[18] Manzier Suparta,Op.Cit,Hal. 143
[19] Idri,Op.Cit,Hal. 265
[20] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal. 72
[21] Mazier Suparta,Op.Cit,Hal. 141
[22] Idris,Op.Cit,Hal. 259
[23] Ibid,Hal. 261
[24] Ibid,Hal.263
[25] Ibid,Hal. 264
Tidak ada komentar:
Posting Komentar