Selasa, 23 September 2014

hadist maudhu'



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Quran sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak banyak yang mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Aleh karena itu kehadiran hadis sangat dibutuhkan sebagai tabyin dari ayat-ayat tersebut.  Seluruh umat Islam baik ahli naql maupun ahli aql telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam, dan seluruh umat Islam diwajibkan untuk mengikutinya sebagaimana diwajibkannya mengikutu al-Quran. Oleh karena itu tanpa kehadiran hadis manusia tidak akan mampu untuk merealisasikan makna-makna yang terkandung dalam al-Quran secara mendalam.

Meskipun peranan hadis sangat besar, namun hadis tidaklah sama dengan al-Quran yang  ditulis pada masa Rasullullah dan langsung dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar as-Shiddiq. Kesenjangan waktu yang cukup lama sepeninggal Rasulullah, yaitu kurang lebih satu abad, membuka kesempatan bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk memulai aksinya denganmengeluarkan hadis-hadis palsu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah, dengan alsan yang dibuat-buat. Perkataan yang seperti inilah yang disebuut dengan hadist maudhu’.
Hadis maudhu’ sebenarnya tidak pantas disebut sebagai sebuah hadis, karena ia sudah jelas bukan berasal dari nabi. Lain halnya dengan hadis dha’if yang diperkirakan masih mempunyai nisbat sampai kepada Rasulullah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hadis maudhu’
2.      Apa saja kriteria hadis maudhu’
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan hadis maudhu’
4.      Apa latar belakang timbulnya hadis maudhu’
C.    Tujuan
Penulis berharap mahasiswa mampu memahami seluk beluk hadis maudhu’, mulai dari apa itu hadis maudhu’ itu sendiri, apa saja ciri-cirinya, dan bagaimana sejarah perkembangan hadis maudhu’ bisa timbul dan beredar ditengah-tengah masyarakat.



BAB II
HADIST MAUDHU’
A.    Pengertian Hadis Maudu’
Al-maudhu’ secara bahasa adalah isim maf’ul dari وضع – يضع – وضعا  yang mempunyai arti الاسقاط (meletakkan atau menyimpan) dan        الاقتراء و الاختلاف(mengada-ada atau membuat-buat), dan الترك (yang ditinggalkan).[1]
Sedangkan hadis maudhu’ menurut istilah adalah pernyataan yang dibuat oleh seseorang kemudian dinisbahkan kepada nabi.[2] Sedangkan menurut literatur yang lain hadis maudhu’ adalah :
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم اختلاقا و كذبا مما لم يقله او يفعله او يقره وقال بعضهم هو المختلق المصنوع
Artinya : “Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta,padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengatakan, sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadist maudhu’ ialah hadis yang dibuat-buat.”[3]
            Sebagian dari mereka ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadist maudhu’ adalah :
هو المختلف المصنوع المنسوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم زورا و بهتانا سواء كان ذلك عمدا او خطأ
Artinya : “ hadis yang diciptakan dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbatkan kepada rasulullah secara paksa dan dusta, baik senganja maupun tidak.”
            Hadis maudhu’ bukanlah hadis yang bersumber dari Rasulullah, melainkan hanyalah sebuah hadis dibuat dan diciptakan oleh seseorang atau kelompok-kelompok dan kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah, dengan tujuan buruk ataupun baik sekalipun.
B.     Kriteria Atau Tanda-Tanda Hadist Maudhu’
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa suatu hadis terdiri dari sanad, dan matan. Jadi untuk menentuka suatu hadis itu maudhu’ atau tidaknya maka dapat kita ketahui dari segi sanad dan matan.
a.       Kepalsuan Pada Sanad
1.      Atas dasar pengakuan dari para pembuat hadis palsu.[4] Seperti pengakuan Abdul Karim ibn al-Waja’ yang didalam berbagai kitabUlum al-Hadist diterangkan bahwa dirinya telah membuat hadist palsu tidak kurang dari 4000 hadis.[5]
2.      Terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa seorang periwayat adalah pembohong, atau adanya karinah yang menunjukkan kebohongannya. Seperti adanya orang yang mengaku bahwa ia mendapatkan hadis tersebut dari seorang syeikh, akan tetapi ia belum pernah bertemu dengan syeikh tersebut secara langsung.[6]
3.      Meriwayatkan hadis sendirian, sementara dari rawinya dikenal sebagai seorang pembohong.

b.      Kepalsuan Pada Matan[7]
1.      Kelemahan lafaz yang terdapat dalam matan. Seperti seseorang yang paham betul akan bahasa Arab, sehingga pada saat ia bertemu dengan suatu kata atau kalimat yang menurutnya mustahil keluar dari mulut orang Fasih, maka ia langsung berpendapat bahwa kata-kata itu berasal dari nabi.
2.      Kelemahan kandungan hadis. Artinya kandungan hadis tentang temuan Rasional, tanpa ada kemungkinan takwil. Seperti hadis yang bertentangan dengan ilmu kedokteran, yaitu “terong adalah obat segala penyakit.”
3.      Bertentangna dengan nash al-Quran atau hadis mutawatir. Seperti hadis yang berbunyi : مقدار الدنيا سبعة الاف سنة yang berarti “umur dunia 7000 tahun lagi.” Ini jelas bertentangan dengan ayat al-Quran tentang hari Qiyamah, yaitu surat al-A’raf ayat 187 yang berbunyi :  
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
4.      Hadis yang mengatakan bahwa para sahabat sepakat menyembunyikan ajaran nabi. Seperti suatu hadis yang mengatakan bahwa Nabi pernah memegang tangan Ali didepan para sahabat dan mengatakan “ ini (Ali) adalah penerima wasiatku dan saudaraku, serta khalifah sesudahku.”
5.      Hadis yang isinya bertentangan dengan bukti-bukti sejarah. Seperti nabi mewajibkan membayar jizyah atas penduduk khaibar dan membebaskan mereka denganpersaksian Sa’ad ibn Mu’adz, kepalsuan hadis ini dapat diketahui dari berbagai segi. Pertama, sa’ad ibn Mu’adz tela wafat sebelum peristiwa Khaibar. Kedua, sejarah mencatat bahwa jizyah itu bukan sesudah perang tabuk, akan tetapi setelah perang kahibar.
6.      Hadis yang isinya sesuai dengan pendapat mazhab periwayatnya, sedangkan periwayat tersebut dikenal sangan fanatik terhadap mazhabnya itu. Atau melebih-lebihkan salah satu sahabat.[8] Seperti hadis yang diriwayatkan oleh rafidhah yang mengatakan, konon Hibbah ibn Juwain pernah berkata “ Aku pernah mendenganr Ali r.a berkata, ‘Aku menyembah Allah tujuh tahun sebelum umat ini menyembahNya.” Terhadap hadis ini ibn Hibban berkomentar “Hibbah ibn Juwain adalah orang yang amat fanatik dalam paham Syi’ahnya, serta lemah hadisnya.
7.      Hadis yang mengandung informasi tentang pahala yang amat berlebihan atas perbuatan yang kecil dan siksa yang berlebihan atas dosa yang kecil. Seperti  :
من قال لا اله ال الله خلق الله من تلك الكلمة طاءراله سبعون الف لسان بعون الف لغة ليستغفرون له
Artinya : “ barang siapa yang membaca laa ilaaha illa ‘llah akanmenciptakan untuk setiap kata seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah, setiap lidah mempunyai tujuh puluh ribu bahasa untuk memintakan ampun bagi orang itu.”

C.    Sejarah Dan Perkembangan Hadis Maudhu’
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan munculnya hadis maudhu’ ini. Perbedaan pendapat mereka itu antara lain :
a.       Ahmad Amin
 Bahwa hadis maudhu’ telah ada papda masa nabi dengan alasan pemahaman terhadap hadist mutawatir yang mengancam orang yang berdusta pada Nabi dengan neraka. Hadis yang dimaksud adalah:
فمن كذب على متعمدا فاليتبوء مقعده من النار
Artinya : “barang siapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”
Menurutnya hadis ini memberikan gambaran bahwa kemungkinan besar pada masa nabi telah terjadi pemalsuan hadis atau Rasulullah Saw telah mengira bahwa ada pihak-pihak yang berbohong kepada dirinya. Oleh karena itu, hadis tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu, yang berarti menggambarkan bahwa kmungkinan besar berdasarkan pendapat Amin ini, hadis bermasalah (maudhu’) telah ada semenjak nabi, tidak hanya hadis dhaif, tetapi juga hadis Maudhu’ yang jelas-jelas tidak berasal dari nabi.[9]
Dari segi historis, dapat dipastikan bahwa pada masa Rasul tidak pernah terjadi seseorang yang menjadi sahabat dan sangat setia kepadanya memalsukan ucapan atas nama nabi. Jika saja ini terjadi, niscaya secara mutawatir para sahabat akan menuturkannya karena sifatnya yang jahat dan keji tersebut. Sikap ereka menunjukkan bahwa mereka sangat berhati-hati dalam menyampaikan segala sesuatu yang berasal dari nabi. Para sahabat berhati-hai karena khawatir keliru dalam menerima dan menyampaikan sesuatu yang berasal dari Nabi, dan membenci untuk mengubah, menambah, atau mengurangi riwayat dari Rasul apalagi berdusta tentanggnya.[10]

b.      Menurut al-Din al-Dlabi
 Bahwa pemalsuan itu terjadi jika maksud dengan pengertian kata al-wadh’u sebagai kebohongan semata kepada Rasulullahyang dipraktekkan oleh orang-orang munafik, sehingga tidak menutup kemungkinan diantara mereka ada yang berdusta dan menyandarkan kedustaan itu kepada Rasulullah.[11]
 
c.       Menurut Jumhur Al-Muhadditsin.
            Pemalsuan hadis itu terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Mereka beralasan bahwa keadaan sebelum terjadinya peperangan antara Alibin Abi thalib dengan muawwiyan bin abi Shofyan masih terhindar dari pemalsuan-pemalsuan. Pada zaman nabi tidak mungkin terjadi pemalsuan hadis, sedangkan pada masa pemerintahan kekhalifahan Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, dan Utsman bin Affanjuga belum terjadi pemalsuan hadis.[12]
Berlainan dengan masa ketiga khalifah tersebut, bukti historis menunjukkan pada masa Ali bin Abi Thalib telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan Muawwiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu mendamaikan mereka, bahkan semakin meruwetnya masalah dengan keluarnya Ali dan membuat satu kelompok tersendiri yang disebut khawarij.’ banyak  Sejak terjadi pertikaian itu, hadis-hadis madhu’ yang bermunculan dikalangan umat islam, baik yang berstatus dhaif maupun palsu.
Data hadist palsu yang berkaitan dengan Ali bin Abi Thalib misalnya,  yang mendiskreditkan Muawwiyah dan menyanjung Ali serta pengikutnya. Diantara hadist yang mereka buat adalah :
اذا رأيتتم معاوية على منبارى فاقتلوه
Artinya : “Apabila kalian melihat Muawwiyah diatas membarku, maka bunuhlah ia.”
Hadis ini ditujukan untuk menghancurkan muawwiyah, dan mengandung indikasi untuk membunuh muawwiyah jika ia berkhutnah diatas mimbar nabi, dan mustahil nabi bersabda demikian.
Dengan demikian hadist-hadist palsu sudah ada semenjak masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.[13]

D.    Latar Belakang Timbulnya Hadis Maudhu’
Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam. Akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka untuk melakukan pemalsuan hadis tersebut, yaitu :
a.       Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan oleh politik terjadi pada masa pemerintahan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat Islam kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis-hadis palsu.[14]
Persoalan yang pertama sekali muncul adalah perebutan kekuasaan, sungguhpun terasa pahit, harus diakui bahwa terbunuhnya Utsman bin affan karena ereabutan kekuasaan. Untuk pembelaan eksistensi masing-masing kelompok yang berebut kekuasaan ternyata diperlukan pemalsuan hadis.[15]

b.      Perbedaan Mazhab
Seperti halnya persoalan politik, yang dapat menyulut minat pemalsuan hadis, pertikaian pendapat mazhab juga sama. [16] perselisihan mazhab tidak jarang menjerumuskan pengikutnya yang fanatik kedalam pembuatan hadis palsu guna menguatkan mazhabnya masing-masing.
Diantara hadis-hadis palsu tentang ini adalah :[17]
من رفع يديه فى الركوع فلا صلاة له
Artinya : “Barang siapa yang mengangkat tangannya diwaktu ruku’, maka tidak sah shlatnya.”
Menurut al-Dzahabi, hadis diatas dibuat oleh Ma’mun ibn ahmad yang kemudian dicuri oleh Muhammad bin ‘Akasyah. Keduanya merupakan pengikut fanatik mazhab Abu Hanifah. Mereka membuat hadis ini dalam rangka mendukung pendirian mazhabnya, sehingga tampak kuat karena dalil pijakannya berupa hadis.

c.       Cinta Kebikan Serta Bodoh Agama
Banyak ulama yang membuat hadist palsu dan bahkan mengira kalau usahanya itu merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan menjunjung tinggi agama Nya.[18] Hadis kategori ini dibuat oleh sebagian orang Shalih yang Ilmu pengetahuannya dangkal terutama tentang hadis, dengan, maksud untuk mendorong manusia berbuat baik dan mencegah mereka dari berbuat jahat.[19] Hal ini disebabkan karena para orang Shalih tersebut melihat bahwa banyak orang yang terlalu sibuk dengan urusan (kesenangan) duniawi dan mengabaikan kebahagiaan akhirat.[20]
Contoh dari hadis ini adalah :
الدنيا حرام على اهل الاخرة حرام على اهل الدنيا والدنيا و الاخرة حرام علي اهل الله
Artinya : “Dunia ini haram bagi ahli akhirat dan akhirat haram bagi ahli dunia, sedang dunia dan akhirat haram bagi ahli Allah.”
Menurut Al-Bani, hadis ini palsu yang berasal dari kalangan shufi, yang ingin menabur benih akidah sufiyah yang batil. Dengan dalih mendidik jiwa, hadis ini mengharamkan yang dihalalkan Allah.
d.      Usaha Kaum Zindik
Kaum zindik merupakan salah satu kaum yang sangan membenci Islambaik sebagai agama maupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian mereka dengan cara memalsukan al-Quran, maka cara yang paling tepat adalah dengan memalsukan hadis, dengan tujuan menghancuran agama Islam dari dalam.[21]
Kaum zindik ini telah membuat hadis yang berkenaan dengan akidah, akhlak, kedokteran, dan halal-haram. Menurut Ahmad ibn Zayd, kaum Zindik telah memalsukan tidak kurang dari 14.000 hadis.[22] Diantaranya adalah :
انا خاتم النبيين لا نبي بعدنى ان شاء الله
Artinya : “Aku adalah nabi yang terakhir, tidak ada nabi setelah aku insya Allah.”

e.       Primordialisme dan Chauvinisme
Diskriminasi antara bangsa Arab dengan bangsa non Arab yang dilakukan oleh Daulah Bani Umayyah telah berakibat pada pemalsuan hadis. Mereka berasumsi bahwa Daulah Islamiyah identik dengan Daulah Arabiyah secara murni.[23]
Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh rasa ogo dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, atau kelompok yang lain. Contoh hadis yang mereka buat adalah
ان الله اذا غضب انزل الوحى بالعربية واذا رضي انزل الوحي بالفارسية
Artinya : “Apabila Allah marah, maka Ia menurunkan wahyu dalam bahasa Arab, dan apabila Allah senang, maka Ia menurunkan wahyu dengan bahasa Persia.”
Dan orang Arab membalas dengan:
ان الله اذا غضب انزل الوحى بالفارسية واذا رضي انزل الوحي بالعربية
Artinya : “apabila Allah marah, maka Ia menurunkan wahyu dalam bahasa Peresia, dan apabila Allah senang, maka Ia menurunkan wahyu dalam bahasa Arab.”

f.       Mempengaruhi Kaum Awam Dengan Membuat Cerita
Pada akhir asa pemerintahan Harun Al-Rasyid, pertemuan-pertemuan para ahli cerita mulai marak dan menjamur pada masa-masa sesudahnya.[24] Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpati dari pendengarnya, dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Dan hadis ini dibuat terlalu berlebih-lebihan serta tidak masuk akal.
Contohnya adalah hadis dibawah ini :
من قال لا اله ال الله خلق الله من كل كلكة طاءرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان
                               
Artinya : “Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illa Allah, maka setiap kata yang diucapakanitu ia telah melahirkan sesekor burung yang paruhnya itu trbuat dari emas dan sayapnya terbuat dari marjan.”



g.      Menjilat Pada Penguasa
Pada masa Babni Umayyah, belum ada orang yang membuat hadis untuk mendekatkan diri kepada penguasa. Pembuatan hadis ini baru terjadi pada masa Bani Abbasiyah.[25] Para pembuat hadis ini bertujuan untuk mengambil muka dari para penguasa denganharapan bisa memperoleh fasilitas dari mereka.
Ghiyas bin Ibrahim merupakan orang ynag paling sering disebut dalam penulisan hadis tentang “perlombaan”. Ketika raja mengumulkan sepuluh ahli hadis, diantara mereka Ghiyas bin Ibrahim, dan dia mengetahui bahwa sang raja sangat suka mengadu merpati. Ghiyas menyampaikan hadis palsu sebagai berikut :
عن ابى هريرة ان رسول الله ص.م. قال : لا سبق الا فى خف او حافر او نصل او جناح
Artinya : “dari abu hurairah bahwa rasulullhah SAW bersabda : tidak ada perlombaan kecuali permainan panah, anggar, pacuan kuda, atau menerbangkan burung.”
Sementara kalimat asli hadis tersebut adalah :
لا سبق الا فى فصل او حف
Artinya : “tidak ada perlombaan kecuali pada permainan panah.”
Hadis palsu diatas digunakan untuk mengambil perhatian dari raja. Setelah mendenganr hadis tersebut Ghiyas langsung menerima sepuluh ribu dirham dari raja.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa hadis maudhu’ adalah “suatu hadis yang dibuat-buat oleh seseorang atau sekelompok orang yanng kemudian dinisbatkan kepada nabi.”
Hadis maudhu’ bisa dikenali melalui sanad dan matannya, yaitu :
1.      Melalui sanad dengan cara :
·         Atas dasar pengakuan dari para pembuat hadis palsu.
·         Terdapat indikasi yang menyatakan bahwa sana adalah seorang yang pembohong.
·         Meriwayatkan hadis sendirian.
2.      Melalui matan dengan cara :
·         Kelemahan lafaz yang terdapat dalam matan
·         Lemahnya kandungan yang terdapat didalam hadis
·         Bertentangan dengan nash al-Quran dan hadis mutawatir
·          Hadis yang mengatakan bahwa para sahabat sepakat menyembunyikan ajaran nabi
·         Hadis bertentangan dengan bukti-bukti sejarah
·         Hadis yang isinya sesuai dengan pendapat mazhab periwayatnya, sedangkan periwayat tersebut dikenal sangan fanatik terhadap mazhabnya itu. Atau melebih-lebihkan salah satu sahabat.
Adapun yang melatarbelakangi munculnya hadis maudhu’ ini ada beberapa faktor, yaitu :
1)      Pertentangan politik
2)      Perbedaan mazhab
3)      Cinta kebaikan serta bodoh agama
4)      Saha kaum zindik
5)      Primordialisme dan Chauvinisme
6)      Mempengaruhi kaum awam dengan cerita
7)      Menjilat kepada penguasa.

B.     Saran
Penulis amat dan sangat menyadari akan ketidaksempurnaan makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari saudara-saudara sekalian guna kebaikan kita bersama, dan perbaikan makalah kami untuk kedepannya.


[1] Manzier Saputra,Ilmu Hadis,Jakarta(PT Raja Grafindo Persada : 2002),Hal. 176
[2] Idri,Studi Hadis Dan Sejarah Perkembangannya,Jakarta(Kencana Pernada Media Grup : 2010),Hal. 247
[3] Manzier Saputra,Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,Jakarta(PT Raja Grafindo Persada : 1996),Hal. 136
[4] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal. 189
[5] Muh. Zuhri,Hadist Nabi,Yogyakarta(Pt Tiara Wacana Yogya,1997),Hal. 74
[6] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal. 189
[7] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal. 75-76
[8] Manzier Saputra,Op.Cit,Hal 191
[9] Ibid,178
[10] Idris,Op.Cit,Hal. 249
[11] Ibid,Hal 252
[12] Munzier Suparta,Op.Cit,Hal. 180
[13] Idris,Op.Cit,Hal. 254
[14] Munzier Suparta,Op.Cit,Hal. 181
[15] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal.67
[16] Ibid,Hal. 71
[17] Idri,Op.Cit,Hal. 261
[18] Manzier Suparta,Op.Cit,Hal. 143
[19] Idri,Op.Cit,Hal. 265
[20] Muh. Zuhri,Op.Cit,Hal. 72
[21] Mazier Suparta,Op.Cit,Hal. 141
[22] Idris,Op.Cit,Hal. 259
[23] Ibid,Hal. 261
[24] Ibid,Hal.263
[25] Ibid,Hal. 264

Tidak ada komentar:

Posting Komentar